Bekas Hitam Di Punggung Imam Ali Zainal Abidin As
Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib as atau yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Sajjad dan Zainal Abidin adalah Imam Keempat Syiah. Ia menjadi imam selama 35 tahun, hadir pada Peristiwa Karbala akan tetapi ia tidak turut berperang karena sakit. Pasukan Umar bin Saad paska kesyahidan Imam Husain as membawanya ke Kufah dan Syam bersama rombongan tawanan Karbala. Pidato Imam Sajjad as di Syam menyebabkan masyarakat paham tentang kedudukan Ahlulbait.
Peristiwa Harrah, Kebangkitan Thawwabin dan Kebangkitan Mukhtar terjadi pada masa Imam Sajjad as. Kumpulan doa-doa dan munajat-munajatnya terbukukan dalam kitab Shahifah Sajjadiyah, dan Risalah al-Huquq yang merupakan panduan buku kecil mengenai tugas-tugas (takalif) para hamba di hadapan Tuhan dan makhluk adalah dinisbatkan kepadanya.
Imam Sajjad as mati syahid syahid pada 25 Muharram 94 H karena racun yang diberikan kepadanya atas perintah Walid bin Abdul Malik. Ia dimakamkan di komplek pekuburan Baqi di samping kubur Imam Hasan al-Mujtaba as, Imam Muhammad al-Baqir as dan Imam Ja’far al-Shadiq as.
Dalam banyak riwayat Ahlusunah dituliskan banyak tentang kemuliaan Imam Sajjad as, di antaranya dalam kitab al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Ibnu Katsir mencatat riwayat tentang Imam Ali bin Husein yang memiliki bekas hitam di pundaknya. Al-Thabrani berkata: Muhammad bin Abdullah al-Khudlri bercerita kepadaku, Utsman bin Abi Syaibah bercerita, Jarir bercerita, dari Umar bin Harits, ia berkata: Ketika Ali bin al-Husein wafat, orang-orang memandikan (jenazah)nya. Mereka (kaget) melihat bekas hitam di pungguhnya. Mereka bertanya: “Bekas apa ini?” Seseorang menjawab: “Ia memanggul sekarung tepung (setiap) malam di punggungnya untuk diberikan kepada fakir miskin di Madinah.” (Ibnu Katsir, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Beirut: Dar al-Ihya’ li al-Turats, 1988, juz 2, h. 133)
Al-Zuhri (50-124 H) mengatakan, “aku tidak melihat orang Quraisy yang lebih baik dari Ali bin al-Husein.”
“Aku tidak melihat seorang pun yang lebih paham agama darinya. (al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubalâ’, 2001, juz 4, h. 387-390).
Imam Ali Zainal Abidin melakukan amal kebaikan di setiap malam hari dengan menggendong gandum untuk orang yang kelaparan dengan punggungnya sendiri. Hal ini karena ia tidak ingin kebaikannya diketahui banyak orang, dan untuk merahasiakan ke orang-orang yang diberi olehnya. Dalam banyak riwayat, Imam Ali Zainal Abidin selalu merahasiakan pemberiannya, bahkan orang yang diberi pun tidak mengetahui siapa yang memberinya. Setelah kewafatannya, banyak kabar yang menyebar tentangnya di Madinah. Mereka saling berkata: “Kami tidak kehilangan sedekah rahasia (sembunyi-sembunyi) hingga Ali bin al-Husain wafat.” (Ibnu Katsir, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, 1988, juz 2, h. 133)
Bekas hitam di punggungnya adalah bukti kegemarannya merahasiakan sedekah. Ia tidak mau menyuruh orang lain untuk mengantarkan sedekahnya. Ia memanggulnya sendiri dan mengantarnya ke rumah orang yang membutuhkan.
Dalam sebuah riwayat, beliau as menjelaskan salah satu alasan perbuatannya: “Dari Abu Hamzah al-Tsumali, ‘sesungguhnya Ali bin al-Husein memanggul (sekarung) roti di malam hari di punggungnya (sambil) mencari orang-orang miskin dalam kegelapan.’ Ia berkata: “sesungguhnya sedekah dalam gelapnya malam dapat meredakan kemarahan Tuhan.” (al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubalâ’, 2001, juz 4, h. 394)
Sumber: AhlulBait Indonesia.or.id